Seminar Bulan Bahasa: Perempuan dan Kearifan Lokal dalam Cerpen Indonesia

 Perempuan, Cerita, dan Kearifan Lokal dalam Cerpen Indonesia




Pada hari Kamis, 24 Oktober 2024, Program Studi S-2 Universitas PGRI Semarang mengadakan seminar dan diskusi terbuka untuk masyarakat umum di Warmindo Mayoritas. Acara ini diadakan untuk memperingati Bulan Bahasa dengan tema “Perempuan, Cerita, dan Kearifan Lokal dalam Cerpen Indonesia.” Seminar ini menghadirkan Prof. Dr. Harjito, M.Hum. dan Fitriyani, S.Pd. sebagai narasumber, dengan Dr. Ika Septiana, M.Pd. sebagai moderator.

Acara dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. Harjito, M.Hum., yang diikuti dengan pembacaan puisi “Nyanyian Angsa” karya W.S. Rendra oleh Arya Shendy Pratama, anggota UKM Teater Gema. Setelah itu, Dr. Setia Naka Andrian, M.Pd. membacakan puisi berjudul “Halaman Belakang.”

Dalam sesi penyampaian materi, Prof. Dr. Harjito, M.Hum. menyampaikan tentang bagaimana seorang perempuan merespon atau bernegosiasi dalam menyiasati kejadian-kejadian antara dirinya dengan mitranya terutama laki-laki. Perempuan itu memiliki banyak cara untuk bernegosiasi, biasanya seorang istri akan diam, ngambek, minta dipulangkan ke rumah orangtuanya lalu pergi meninggalkan sang laki-laki. Apabila sudah ditinggalkan seperti itu laki-laki baru sadar akan pentingnya seorang perempuan karena laki-laki akan merasa kesusahan setengah mati. Namun di kalangan perempuan Jawa masih mempertahankan tradisi penggunaan kata-kata sopan yang menyiratkan kelembutan seperti kata "Nggih" dan oleh karena itu perempuan Jawa terkenal akan sifat penurutnya. Dalam materinya beliau menekankan tentang bagaimana perempuan merespon kejadian-kejadian yang dialami dengan mitranya terutama dengan laki-laki.

Selanjutnya, Ibu Fitriyani, S.Pd. menyampaikan pandangannya tentang bagaimana penulis menempatkan perempuan dalam karya sastra. Ia menyebutkan kegemarannya dalam membaca cerpen dan novel yang mengangkat tokoh perempuan sebagai inspirasi. Salah satu contohnya adalah karya Oka Rusmini yang menggambarkan budaya Bali, di mana perempuan masih diharapkan untuk patuh dan bergantung pada suami. Ibu Fitriyani tertarik pada karya sastra yang mengangkat perempuan sebagai tokoh yang membawa perubahan, karena dari situ ia bisa memahami karakter yang diciptakan dalam cerita tersebut.

Setelah penyampaian materi yang sangat luar biasa tersebut, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pertanyaan menarik tersebut salah satunya adalah tentang fenomena suami takut istri. Fenomena ini memang sering dibicarakan baik dalam kehidupan sehari-hari, media ataupun dalam karya-karya sastra. Jika dikaitkan dengan perempuan dan kearifan lokal yang ada di Indonesia hal ini berkaitan dengan perubahan sosial, nilai-nilai budaya, dan kesetaraan gender. Namun, di sisi lain, ada makna mendalam yang terkait dengan hubungan saling menghormati dan kemampuan untuk berkompromi dalam pernikahan. Tapi alangkah baiknya sebagai perempuan apabila sudah menikah tetap menghormati suami selagi sang suami dapat menuntun ke jalan yang lebih baik. Acara yang sangat menarik ini ditutup dengan penampilan drama monolog yang diperankan oleh Bapak Teguh Satriyo, S.Pd., M.M. 

Sebagai penutup, seminar bertema “Perempuan, Cerita, dan Kearifan Lokal dalam Cerpen Indonesia” ini telah memberikan wawasan yang mendalam tentang peran dan representasi perempuan dalam karya sastra. Melalui materi yang disampaikan, para peserta diajak untuk lebih memahami kompleksitas perempuan dalam menghadapi tantangan budaya dan sosial. Diharapkan acara ini menjadi langkah awal untuk terus menghargai dan mengapresiasi peran perempuan dalam sastra serta kehidupan masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu yang Tak Terucap dalam Puisi 'Janganlah Jauh' Karya W.S. Rendra

Membentuk Karakter Pendidik Masa Depan, Filosofi di Balik Pemilihan Putra Putri Prodi